Selasa, 03 September 2019

Puisi "PESAN SANG BAYANG"


Pesan Sang Bayang
Oleh : Prasita Aprilina Gamaswari


Hidup kita kadang harus hancur
Agar kita tahu
bagaimana rasanya di caci
Agar kita tidak ikut mencaci

Pikiran kita kadang harus jenuh
Agar kita tahu
bagaimana rasanya dijauhi
Agar kita tidak menjauhi

Agar kita tahu
bagaimana rasanya dibenci, ditinggalkan, di olok-olok, di tipu, di asingkan, dan di biarkan

Agar kita tidak menjadi
Bagian dari orang-orang
Yang merusak kebahagiaan
Dan cerita orang lain


Puisi "Tuhan Pada Diri...?"


Tuhan Pada Diri ... ?
Karya : Prasita Aprilina Gamaswari

Aku tidak menemukan Tuhan pada diri mereka yang bisa berlaku semena-mena terhadap orang lain.

Aku tidak menemukan Tuhan pada diri mereka yang gemar bertindak tak adil terhadap orang lain.

Aku tidak menemukan Tuhan pada diri mereka yang merasa tinggi oleh sebab harta dan tahta bawaan bayi.

Aku tidak menemukan Tuhan pada diri mereka yang merasa bangga oleh karena paras rupawan yang melekat pada tubuhnya.

Aku tidak menemukan Tuhan pada diri mereka yang tidak mempunyai hati membentak, meremehkan, dan menghina rakyat kecil hanya karena dia merasa besar.

Aku tidak menemukan Tuhan pada diri mereka yang memaksa orang lain untuk patuh terhadap apa yang dikehendakinya.

Aku tidak menemukan Tuhan pada diri mereka yang dalam beribadah justru membuatnya merendahkan dan menyepelekan orang lain.
.
Tapi.....
.
Aku menemukan Tuhan pada diri seorang ibu yang rela taruh nyawa demi kehidupan baru (anaknya).

Aku menemukan Tuhan pada diri orang tua yang rela mengubur dalam-dalam niat haji hanya untuk menyekolahkan anak setinggi-tinggi nya.

Aku menemukan Tuhan pada seorang anak rantau yang rela tidak pulang sebelum membuat keluarga bangga.

Aku menemukan Tuhan pada diri seorang anak kecil yang mengais sisa koran yang di gunakan untuk alas di bawah sajadah.

Aku menemukan Tuhan pada diri seorang ayah yang rela menutupi keringat lelah dan air mata di dalam lelap tidurnya.

Dann.. Aku menemukan Tuhan pada diri mereka yang tetap ikhlas dan sabar terhadap seseorang yang hanya tau bagaimana cara menyakiti tanpa menyembuhkan





Resensi Buku B. J. Habibie "GURU TERBESAR SAYA ADALAH OTAK SAYA"




B. J. Habibie
Guru terbesar saya adalah otak saya


Judul             : Guru terbesar saya adalah otak saya
ISBN              : 978-604-7874-44-2
Pengarang    : Ade ma'ruf
Penerbit        : Ar-Ruzz media
Ukuran          : 13,5 x 20 cm
Halaman       : 228  halaman
Subjek           : Biografi
Tahun            : 2014
Tempat          : Yogyakarta

Habibie lahir di keluarga yang sangat mengutamakan pendidikan. Seusai memyelesaikan sekolah menengah di indonesia, ia melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi di jerman. Bertahun-tahun ia menyelesaikan studi di jerman hingga mencapai tingkat doktoral dan memperolah kehormatan serta kehidupan mapan.
Habibie adalah ilmuan berkaliber internasional. Ia adalah mutiara tidak hanya untuk keluarga, teman dekat, dan negaranya, tetapi satu mutiara untuk dunia.

Mungkin benar bahwa Habibie layak disebut "orang yang ditakdirkan. " Aspirasi dan tujuan hidupnya adalah sama dan harmonis dengan negeri yang dicintainya : Indonesia. Nasionalismenya tidak pernah luntur. Bahkan, ketika ia menjabat Presiden Republik Indonesia dan melepaskan Timor Timur (1999), pijakan kebijakannya adalah rasionalitas.
Ia tiba di Tanah Air kemudian membangun serta memimpin proyek-proyek industri strategis, termasuk industri pesawat terbang. Tujuannya menjadikan Indonesia sebagai negara berteknologi maju. Namun ia dikritik karena tujuan itu bertolak belakang dengan realitas masyarakat yang lebih membutuhkan sandang-pangan-papan daripada kapal laut atau pesawat terbang.
Habibie menanggapi kritik tersebut dengan menyatakan bahwa upayanya mengembangkan serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi akan bermanfaat bagi masa depan setiap orang di negeri ini.

Rasionalisasi Habibie kemudian membawanya ke ranah politik. Sejak awal ia lebih suka menempatkan dirinya sebagai periset, ilmuan, dan profesional di bidang teknologi. Pilihannya berpolitik ia pahami sebagai usaha memadukan dukungan politik untuk keberlangsungan pengembangan ilmu dan teknologi. Habibie mencapai puncak karir ketika ia menggantikan jabatan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Di detik-detik peralihan kekuasaan tersebut, ia menyaksikan banjir darah dan air mata rakyat yang menjadi tumbal "Revolusi Mei". Ia berada di depan arena persaingan jendral-jendral yang mencari selamat dan merencanakan jabatan strategis di hari-hari akhir Soeharto. Ia bahkan mengalami langsung penyikapan Soeharto atas dirinya, yaitu dianggap tak layak menjadi presiden, diacuhkan di hari pelantikannya sebagai presiden, serta diabaikan ketika Soeharto melenggang keluar dari Istana Merdeka. Hingga Soeharto wafat pada 2008, Habibie tidak sempat berkomunikasi dengan sang mantan presiden.

Ketika Habibie turun dari jabatan setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak sidang umum MPR 1999, ia mengalami peristiwa miris itu sebagai ketidaksinkronan rasionalitas kepemimpinannya dengan tuntutan publik yang ingin segera terlepas dari krisis politik dan krisis ekonomi. Tentu saya ia juga menyadari kuatnya kepentingan partai-partai politik untuk menjegalnya di masa itu. Habibie bukan berarti tak pernah merasa terpuruk. Dalam beberapa hal ia merasa kesepian. Tapi, kesendirian dan kesepiannya yang paling ia rasakan adalah saat Ainun, sang istri, meninggal dunia. Habibie dan Ainun adalah pasangan cinta yang luar biasa. Sehingga ketika salah satu di antaranya pergi, maka hidup seakan-akan tak sama lagi.




Kesimpulan : Terdapat banyak hikmah yang bisa dipetik dari riwayatnya tersebut, termasuk pentingnya mengapresiasikan akal dan pikiran, serta tetap bersikap bijak di posisi yang melampaui kebanyakan orang.

Kelebihan   : Saat membaca buku ini saya sangat bisa membayangkan kepribadian sosok Pak Habibie. Karena buku ini sangat mencerminkan keprobadian beliau. Oleh karena itu, saya semakin kagum dengan apa yang ada di pikiran dan di dalam otak serta kepribadian beliau yang sering di pandang sebelah mata namun tidak pernah putus asa.

Kelemahan  :
- Kurangnya gambar pada buku ini membuat saya jenuh membaca. Karena saya jenis orang yang suka membaca sesuatu yang bergambar.
- Kalimat yang sulit di pahami. Saya tidak biaa tau secara langsung bagaimana sosok Habibie dalam buku ini, melainkan harus membaca dan memahami nya berulang-ulang.



#http://library.uny.ac.id
#http://uny.ac.id
#https://journal.uny.ac.id
#http://tik.uny.ac.id/

https://journal.uny.ac.id

Puisi "PESAN SANG BAYANG"

Pesan Sang Bayang Oleh : Prasita Aprilina Gamaswari Hidup kita kadang harus hancur Agar kita tahu bagaimana rasanya di caci...